Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute

AKHIR Mei 2021 ini, hari terakhir program restrukturisasi pemegang polis Jiwasraya. Pemegang polis diharapkan “hijrah” ke “rumah baru” yang lebih sehat. Lebih baik dari rumah lama – Jiwasraya. Sementara, Asuransi Jiwasraya akan menjadi “rumah lama” yang sepi dan “gersang”. Sampai 25 Mei 2021 lalu, sudah 95,1% yang membeli polis lewat bank (bancassurance) sudah bersedia pindah “rumah baru” (IFG Life).

Kasus gagal bayar Jiwasraya dengan ekuitas yang negatif sampai dengan Rp38,6 triliun mau tidak mau harus diselesaikan. Negara sudah hadir ketika melakukan langkah restrukturisasi yang deadline-nya sudah hampir selesai dalam hitungan jam di 31 Mei 2021 ini. “Rumah baru” IFG Life pun sudah siap menyambut penghuni Jiwasraya. (Klik untuk cerita berikutnya)

Lanjutkan! Sudah 95,1% Restrukturisasi Bancassurance Jiwasraya Rampung | Infobanknews

Komentar:

Pada perbankan, untuk menjaga agar bank tetap sehat dan tidak merugikan nasabah penyimpan dana khususnya, ada aturan minimum modal yang disebut dengan KPMM (Kecukupan Penyediaan Modal Minimum), yang saat ini ditetapkan sebesar 8% pillar 1 plus 2% pillar 2, total 10%, ditambah sekitar 5% cadangan sesuai ketentuan Basel 3. Modal bank akan berkurang apabila terjadi kerugian misalnya akibat kredit macet, yang perlu ditutup oleh modal. Bila pengurangan modal menyebabkan KPMM jatuh dibawah minimum, maka bank dianggap tidak solvent dan apabila dibiarkan, dapat menyebabkan kewajiban pada penyimpan dana tidak dapat dipenuhi, dan bisa dibekukan operasionalnya.

Pada perusahaan asuransi, penjagaan serupa menggunakan RBC atau Risk based capital (RBC). RBC adalah salah satu metode pengukuran Batas Tingkat Solvabilitas yang disyaratkan dalam undang-undang dalam mengukur tingkat kesehatan keuangan sebuah perusahaan asuransi untuk memastikan kemampuan memenuhi kewajiban Asuransi dan Reasuransi, yaitu dengan menilai kebutuhan modal perusahaan sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi perusahaan dalam mengelola kekayaan dan kewajibannya. Modal perusahaan dibagi dengan potensi kerugian akibat risiko ditetapkan minimal 120%. Potensi kerugian itu antara lain (1) aset yang dibeli mengalami gagal bayar (2) ada Gap nilai tukar dan gap suku bunga antara aktiva-passiva (3) tagihan klaim yang diluar kebiasaan sesuai pengalaman (4) risiko gagal bayar perusahaan reasuransi dalam memenuhi kewajiban nya. Sebagaimana hal nya pada bank, apabila perusahaan asuransi ini diawasi dengan baik oleh regulator, harusnya dapat terdeteksi dari nilai RBC yang terus turun. Kerugian investasi oleh Jiwasraya nilai pasar nya turun, alias mengalami kerugian. Juga adanya beban tetap pembayaran bunga yang dijanjikan, apabila dari sisi aset ternyata tidak mampu menutup kewajiban tersebut, harusnya ketahuan dari RBC yang harusnya menurun, dan tidak kaget tau2 modal Jiwasraya menjadi negatif dan perlu diambil langkah yang sedemikian sulit, yang akhirnya merugikan nasabah masyarakat yang menyimpan dana nya di Jiwasraya. Kalau ekivalen di bank, kejadian ini seperti bank yang terus mengalami kredit macet, sehingga deposan tidak dapat terbayar (khususnya yang tidak dijamin oleh LPS).