Kebanyakan lembaga keuangan non-bank seperti finance company, perusahaan sewa beli (leasing), pegadaian dan lainnya menggunakan bank sebagai sumber dana bagi perusahaan untuk dapat memberikan pinjaman pada debitur masing-masing. Jenis dan struktur kredit yang diberikan perusahaan non-bank pada debitur nya beragam, misalnya kredit untuk membiayai persediaan barang di gudang, fasilitas kredit revolving, fasilitas kredit on-call dsb. Jadi sebenarnya, perusahaan lembaga keuangan non-bank ini merupakan pesaing bagi bank, apalagi belakangan ini dengan berkembangnya berbagai perusahaan Fintech yang dapat menyetujui pinjaman pada debitur nya dengan cepat tanpa persyaratan seberat pada bank, namun dengan jumlah kredit yang relatif kecil, dan sangat mengandalkan sistem penagihan yang intensif.

Kredit pada lembaga keuangan non-bank mengandung risiko kredit yang besar, dan dapat timbul dari berbagai faktor. Apabila bank tidak mampu menilai kualitas aset pada portfolio kredit debitur pada perusahaan non-bank, bank berpotensi menghadapi risiko kredit pada debitur non-bank ini. Risiko akan tambah besar apabila bank melakukan bisnis kredit pada sektor ini secara agresif dan melonggarkan standar pemberian kredit sesuai praktek kehati-hatian, misalnya membiayai aset yang pada umumnya dihindari oleh bank lain pada umumnya.

Menilai risiko debitur non-bank

Risiko akan lebih besar apabila debitur mempunyai leverage yang tinggi dan permodalan yang relatif kecil. Namun sering bank merasa nyaman apabila debitur menunjukkan rakam jejak yang baik dengan arus kas yang stabil, padahal pemikiran seperti ini sejatinya sangat berisiko bagi bank. Penting bagi bank untuk memastikan bahwa debitur semacam ini akan mampu beroperasi secara baik ada kondisi stress. Bank akan mengambil potensi risiko besar apabila debitur kelihatan mempunyai rasio permodalan yang memadai, tapi dengan portfolio kredit yang berisiko tinggi, dimana kerugian pada bisnis perkreditan akan mempengaruhi kemampuan debitur untuk membayar kewajiban.

Cara terbaik adalah, apabila bank secara langsung tidak bersedia memberikan kredit pada end user dari debitur dari non-bank, maka memberikan kredit pada perusahaan non-bank tersebut perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. 

Menilai proses kontrol operasional perusahaan

Bank perlu menilai kontrol operasional dari perusahaan debitur, dan kemampuan manajemen untuk mengelola portofolio dan model bisnis yang kompleks. Untuk maksud ini, bank dapat menilai sistem pelaporan portfolio kredit dan metode untuk memantau kondisi pelanggan mereka. Perlu diperiksa apakah debitur memiliki sistem peringatan dini (earning warning signal) untuk melacak perkembangan kualitas debitur.

Selain itu bank juga perlu melakukan evaluasi dan memahami kebijakan dan SOP perkreditan dari debitur, standar analisa kredit dan monitoring kredit, serta kebijakan untuk menyetujui adanya penyimpangan dan kebijakan dan SOP (Exception).

Risiko Agunan

Pada fasilitas dengan agunan, bank akan mengambil risiko apabila terlalu optimis dalam menilai agunan, khususnya dengan mempertimbangkan kondisi pasar. Risiko agunan juga dapat terjadi apabila bank menerima agunan yang sebenarnya sulit untuk dapat dicairkan dengan harga wajar pada saat dibutuhkan. Pelru dicatat bahwa persetujuan kredit tidak dapat didasarkan hanya pada kecukupan agunan, melainkan harus didasarkan pada analisa kemampuan debitur melunasi kewajiban kredit.

Risiko Konsentrasi

Bank perlu menilai adanya risiko konsentrasi pada bisnis debitur dalam melaksanakan usaha kredit nya, misalnya konsentrasi pada debitur tertentu, konsentrasi pada sektor industri tertentu, konsentrasi pada wilayah pemasaran dan konsentrasi pada kategori atau jenis aset yang dibiayai. Kondisi portfolio yang terkonsentrasi akan mudah menimbulkan masalah pada perusahaan debitur apabila kondisi pasar berubah. Permasalahan pada debitur non-bank tentunya akan sangat mempengaruhi kemampuan membayar debitur non-bank tersebut pada bank.